Langsung ke konten utama

A Beautiful Mind and Split

Salah satu tugas dari mata Kuliah Psikologi Klinis yang saya dapat adalah meriview film A Beautiful Mind dan juga Split. Bagi kalian yang belum pernah menonton dan tertarik atau penasaran dengan bagaimana kehidupan dari seseorang yang mengalami gangguan psikologis, film-film ini dapat memberikan gambaran dan membuat kita semakin bersyukur akan kehidupan yang telah kita miliki.
        Kedua film tersebut memiliki genre yang berbeda, A Beautiful Mind ber-genre Biografi - Drama sedangkan Split ber-genre Thriller - Psychological Horror. Meskipun begitu, kedua film tersebut sama-sama menceritakan tentang kisah perjuangan hidup seseorang yang memiliki gangguan mental. Ialah John Nash di film A Beautiful Mind, seorang matematikawan jenius yang mengalami gangguan Skizofrenia yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku sehingga membuat John sulit membedakan antara kenyataan dan pikirannya sendiri. Pada film Split, ialah Kevin Wendell Crumb yang mengalami DID (Dissociative Identity Disorder), salah satu Gangguan Disosiatif dimana individu yang mengalaminya memiliki lebih dari dua kepribadian atau identitas yang berbeda bahkan saling bertentangan satu sama lain, pada film ini Kevin memiliki 24 kepribadian.
            Pada film A Beautiful Mind, ini kali pertama saya menonton film tersebut. Saya sangat menyukai dan tertarik pada film ini, saya cukup menyesal tidak menonton film ini sejak lama. Jujur, saya ikut terbawa emosi ketika saya melihat film ini, saya merasa terharu. John Nash seorang matematikawan jenius yang cukup apatis dengan lingkungan sekitarnya dan menjadi seorang agen pemecah kode rahasia yang mengalami Skizofrenia. Penyakit yang dideritanya ini semakin menjadi-jadi bahkan ia tidak dapat membedakan antara kenyataan dengan delusi dan halusinasi yang dialaminya. John Nash bahkan hampir melukai orang-orang yang ia cintai yaitu istri dan anaknya karena delusi yang ia alami. Berakhir dengan happy ending, berkat dukungan dan kasih sayang dari sang istri, Alicia, John perlahan-lahan bangkit dari keterpurukannya. Meskipun ia terus melihat Parcher, Charles, dan keponakan Charles, Marcee, orang-orang yang berada dalam dunia delusinya. John terus berusaha sekuat mungkin untuk kembali hidup normal dan tidak menganggap keberadaan mereka serta menekankan pada dirinya bahwa mereka itu tidak nyata. Tidak sia-sia perjuangannya, John Nash akhirnya memperoleh hadiah Nobel yang ia persembahkan kepada istrinya tercinta. Kisah John Nash ini sangat menginspirasi bagi saya.
            Pada film Split, sejak awal saya memang sudah tertarik dengan film ini dan sempat menontonnya di bioskop. Embel-embel ”Film Psikologi” dan kisah seseorang dengan 24 kepribadianlah yang semakin memotivasi saya untuk segera menonton film ini. Yang ada di pikiran saya adalah “Bagaimana bisa seorang manusia memiliki banyak kepribadian bahkan sampai 24 kepribadian? Bagaimana dinamika psikologisnya?” Setelah menonton film Split, memang benar film tersebut seperti film horror yang mampu mengagetkan penontonnya pada setiap adegan. Menurut saya, film ini juga sangat kompleks, cukup fiktif, dan juga hiperbola bila dibawa ke kehidupan nyata. Kevin memiliki 24 kepribadian yang sangat berbeda satu sama lain. Empat kepribadian yang sering ia tunjukan adalah Dennis, seorang pria yang memiliki gangguan OCD (Obsessive Compulsive Disorder), Patricia, seorang wanita yang memiliki tatapan dingin, Hedwig, seorang anak kecil berusia 9 tahun, dan Barry, seorang pria yang memiliki kegemaran akan dunia fashion. Selain itu, yang menjadi fiktif dari film ini adalah kepribadian Kevin yang ke-24, yaitu seorang monster. Kevin mengalami DID karena ia tidak mampu menghadapi masa kelamnya yang membuat ia menjadi trauma sehingga ia memunculkan kepribadian-kepribadian lain agar ia mampu menjalani hidupnya. Dalam film ini juga menceritakan Kevin yang menculik tiga orang remaja wanita, dua diantaranya ia bunuh dan seorang diantaranya yang bernama Casey akhirnya dibebaskan karena Kevin merasa memiliki kesamaan nasib dengan Casey yang sama-sama memiliki masa lalu yang suram, karena Casey pernah menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh pamannya. Berakhir dengan Kevin yang membebaskan Casey dari sekapannya, film ini membuat saya bertanya-tanya, apakah tokoh Kevin ini tetap disebut sebagai orang yang mengalami DID atau malah sudah menjadi seorang psikopat?
            Secara keseluruhan, kedua film tersebut memperlihatkan kehidupan, ketakutan, harapan, dan juga latar belakang dari orang yang mengalami Skizofrenia dan DID (Dissociative Identity Disorder). Film-film ini juga kembali mengingatkan saya bahwa diluar sana masih banyak teman kita yang mengalami gangguan mental dan memerlukan bantuan kita bahkan bantuan dari pihak profesional yaitu Psikolog dan Psikiater. Alicia Nash, istri dari John Nash menjadi motivator saya dalam hal ini, meskipun ia sempat berada diambang kesabaran ketika menghadapi suaminya, namun ia tidak pernah menyerah dan selalu memberikan dukungan, cinta, dan kasih sayang yang tulus pada John hingga John mendapatkan semangatnya untuk sehat kembali. Orang-orang yang mengalami gangguan mental sangat memerlukan sosok-sosok dari Alicia ini. Orang-orang terdekatlah yang dapat menjadi pilar utama dari kesembuhan seseorang yang mengalami gangguan mental. Sekarang, apakah kita sudah seperti Alicia? Bahkan terkadang pada lingkungan terdekat saja kita masih kurang peka.
            Gangguan mental juga tidak semata-mata dapat langsung sembuh ke keadaan semula. Selain membutuhkan pendampingan dari orang terdekat, perlu juga melakukan pengobatan secara bertahap dan rutin untuk meminum obat. Gangguan mental juga bukan semata-mata penyakit keturunan, namun gangguan mental juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak dapat menjalani atau menerima kenyataan hidupnya. Dalam hal ini, kita sebagai manusia yang masih sehat diharap dapat menemukan coping stress yang tepat bagi masalah kita masing-masing, bila kita tidak sanggup menghadapinya, maka mintalah pertolongan pada orang lain dan jangan biarkan pikiran kita merusak diri kita sendiri.
            Menurut saya, setiap orang, bahkan orang-orang yang mengalami gangguan mental juga memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Mereka Difable atau Different Ability. Mereka pasti memiliki kemampuan lain yang juga tidak kita miliki sebagai manusia normal. Misalanya, John Nash yang sangat hebat dalam ilmu matematika hingga ia memperoleh Nobel, Kevin yang memiliki kepribadian “monster” karena ia berhasil mempelajari sel-sel hewan selama ia tinggal di bawah tanah dari suatu kebun binatang. Dapat dilihat bahwa mereka itu sangat cerdas, namun kecerdasan mereka belum tentu mendapatkan wadah yang tepat sehingga terkadang menjadi disalah artikan seperti yang dilakukan oleh Kevin.

Yang terakhir, teman-teman kita memerlukan bantuan, baik yang mengalami gangguan mental maupun tidak. Marilah kita sebagai mahasiswa yang belajar mengenai dinamika psikologis manusia semakin membuka mata dan hati kita pada orang-orang yang memerlukan bantuan. Namun, sebelum kita membantu orang lain, bantulah diri kita sendiri dan selesaikanlah masalah pribadi kita terlebih dahulu agar pertolongan kita dapat menjadi lebih baik dan positif.


Related image














Image result for split cover

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kado terindah dari sahabat-sahabat tersayang. :*

saat aku berulang tahun yang ke-15, sahabat-sahabatku di kelas 9B tercinta memberikan aku kejutan terindah yaitu sebuah kue dan kado yaitu bingkai foto besar dan video. terimakasih sekali teman, terutama untuk Sita, Hera, Sheila, Prima, Novia, Yudo, Puspa, Erika, Cicik, Putra :*

bhee class esPEELsa '012